BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kurikulum menurut Undang-Undang RI no.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal 1 ayat 19 merupakan:
“Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Sukmadinata (Diana, 2009:15) mengemukakan:
“Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan.
Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya
tujuan-tujuan pendidikan”.
Sedangkan Daeng Sudirwo (Diana, 2009:15)
mengatakan bahwa: “Kurikulum adalah program pendidikan yang bertujuan
melaksanakan tujuan pendidikan di Sekolah dan berlaku di Seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan daerah”.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa kurikulum seharusnya alat untuk mencapai tujuan-tujuan
pendidikan.
Belajar bahasa pada hakikatnya nelajar
komunikasi. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995) mengatakan
“Pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam
berkomunikasi, baik lisan maupun tulis”. Dalam hal ini relevan dengan kurikulum
2004 bahwa kompetensi pembelajar bahasa indonesia diarahkan ke dalam empat
aspek, yaitu menyimak, mambaca, berbicara dan menulis.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan
komponen klasifikasi drama sebagai berikut :
1.
Pengertian Kurikulum
2.
Kurikulum fleksibel
3.
Hubungan Kurikulum dengan
Peningkatan Sumber Daya Manusia
4.
Hubungan Psikolinguistik dengan
Teori Belajar Bahasa
5.
Persepsi Kognisi Bahasa
6.
Persepsi dan Belajar: Persepsi
dalam Belajar
7.
Teori mengajarkan bahasa
8.
Teori Mengajarkan Berbahasa
9.
Teori
Pembelajaran Bahasa
A.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang
muncul diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
pengertian kurikulum.
2.
Untuk mengetahui apa itu
kurikulum.
3.
Untuk mengetahui apa
hubungan kurikulum dengan Peningkatan SDM.
4.
Untuk mengetahui
hubungan psikolinguistik dengan teori belajar bahasa.
5.
Untuk mengetahui persepsi
kognisi.
6.
Untuk mengetahui persepsi
dan belajar.
7.
Untuk mengetahui teori
mengajarkan bahasa.
8.
Untuk mengetahui teori
mengajarkan berbahasa.
9.
Untuk mengetahui teori
pembelajaran bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum
berasal dari bahasa yunani, yaitu curere yang berubah menjadi kata benda
curriculum. Kata ini dipakai pertama kali dalam dunia atletik yang diartikan
sebagai a race course, a place for running a chariot. Suatu jarak untuk
perlombaan yang harus ditempuh oleh seorang pelari atau kereta pacu mencapai
garis finish.
Kurikulum :
suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses berlajar mengajar di bawah bimbingan dan
tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Kurikulum :
adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi
selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal.
Sementara
itu kebijakan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
B.
KURIKULUM
FLEKSIBEL
Prinsip
pendidikan yang disesuaikan dalam seting pendidikan inkusif menyebabkan adanya
tuntutan yang besar terhadap guru sekolah umum. Pengajaran materi yang sama
kepada peserta didik dikelas menjadi mengajar setiap peserta didik sesuai
dengan kebutuhan kebutuhan individualnya dalam seting kelas.
Peserta
didik dapat belajar dengan baik jika mereka kreatif, aktif dan kegiatannya
berdasarkan pada pengalaman peserta didik. Guru yang mengetahui dan memahami
keadaan ini dapat dengan mudah memasukkannya ke dalam perencanaan pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Pada kelas inklusif
perancanaan pembelajaran yang kreatif dan aktif berdasarkan pengalaman, kondisi
dan kemampuan peserta didik bukanlah tambahan tetapi diperlukan oleh semua
peserta didik termaksud peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
Kurikulum
yang bersifat inklusif yakni mengakomodasikan didik dengan latar belakang dan
kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) akan lebih peka mempertimbangkannya
keragaman peserta didik agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan
kebutuhannya.
Hal lain
yang perlu diperhatikan pada penyusunan KTSP adalah keseteraan (responsif)
gender. Seperti kita ketahui bahwa komponen sekolah ramah perseta didik (SRA)
itu ada 4 :
·
Sekolah
menerima dengan baik-baik laki-laki maupun perempuan.
·
Merancang
atau membuat bahan/materi pendidikan yang sensitif gender dan tidak
mempromosikan peran gender yang
mendiskriminasi
·
Laki-laki
dan perumpuan dengan setara dihargai dan didorong untuk ikut serta dikelas dan
kegiatan sekolah lainnya.
·
Menjamin
fasilitas, kurikulum, buku dan pengajaran yang sesuai baik untuk peserta didik
laki-laki maupun perempuan.
C.
HUBUNGAN
KURIKULUM DENGAN PENINGKATAN SDM
Kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum
merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Tujuan
kurikulum tiap satuan pendidikan harus mengacu ke arah pencapaian tujuan pendidikan nasional, Dalam skala yang lebih luas, kurikulum merupakan suatu alat pendidikan dalam rangka pengembangan sumber
daya manusia yang berkualitas. Kurikulum menyediakan kesempatan yang
luas bagi peserta didik untuk mengalami
proses pendidikan dan pembelajaran untuk
mencapai target tujuan pendidikan nasional khususnya dan sumber daya manusia yang berkualitas umumnya.
D.
HUBUNGAN
PSIKOLINGUISTIK DENGAN TEORI BELAJAR
Psikolinguistik
sebagai ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa manusia melihat bahwa bahasa
memiliki sifat universal sehingga seseorang akan dapat mempelajari dan menguasai
bahasa apapun yang disajikan kepadanya. Dalam pemerolehan bahasa tersebut, akan
terjadi pembelajaran bahasa, yaitu seseorang yang tinggal dalam suatu komunitas
dengan bahasa tertentu akan mempelajari dan memahami struktrur, kaidah, dan
fitur-fitur yang terdapat dalam bahasa tersebut. Proses seseorang memahami
bahasa tersebut merupakan proses pembelajaran bahasa.
Istilah
pembelajaran bahasa digunakan untuk mengacu kepada penguasaan bahasa kedua baik
yang dilakukan secara formal di dalam pendidikan formal, maupun secara informal
di dalam masyarakat sekitar. Tampaknya pembelajaran bahasa ini lebih mengacu
pada pendidikan formal.
Ellis
(1986:215) menyebutkan ada dua tipe pembelajaran bahasa, yaitu tipe
naturalistik dan tipe formal di dalam kelas. Tipe naturalisitk bersifat
alamiah, tanpa guru tanpa kesengajaan. Dalam masyarakat bilingual atau
multilingual tipe naturalistik banyak dijumpai.
Belajar
bahasa menurut tipe naturalistik ini sama prosesnya dengan pemerolehan bahasa
pertama yang berlangsungnya secara alamiah dalam lingkungan keluarga atau
lingkungan tempat tinggal. Adapun yang bersifat formal yang berlangsung di
dalam kelas dengan guru, materi, dan alat-alat bantu belajar yang dipersiapkan.
E.
PERSEPSI
KOGNISI BAHASA
Kognisi adalah kepercayaan seseorang
tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau
sesuatu.
Persepsi adalah
rangkaian proses pada saat mengenali, mengatur dan memahami sensasi dari panca
indera yang diterima dari rangsang lingkungan. Dalam kognisi rangsang visual
memegang peranan penting dalam membentuk persepsi. Proses kognif biasanya
dimulai dari persepsi yang
menyediakan data untuk diolah oleh kognisi.
F.
PERSEPSI DAN
BELAJAR
Persepsi manusia bersifat relatif,
selektif, dan terorganisasi. Ketiga sifat ini memberikan gambaran bagi para
desainer pesan untuk bagaimana mengolah pesan. Persepsi bersifat relatif (berhubungan atau dihubungkan dengan
sesuatu). Bersifat relatif artinya proses pengindraan manusia mengolah
informasi selalu dihubungkan dengan satu atau dua hal informasi yang telah
dikenal. Informasi yang mandiri atau tidak berhubungan dengan apapun yang sudah
dikenal sulit untuk dipahami /diingat. Semakin dikenal pembanding yang disertakan, semakin mudah diingat/diolah infomasi tersebut, misalnya: info tinggi pohon itu setinggi dua orang dewasa lebih mudah dimengerti daripada setinggi tiga meter.
Persepsi
dipengaruhi oleh konteks. Bersifat dipengaruhi oleh konteks artinya bahwa
penerima pesan memahami informasi menurut latar belakang sosial-politik-budaya
atau apapun dimensi kehidupannya. Konteks ini mempengaruhi proses berpikir dan
kesimpulan yang dihasilkan. Ketepatan desainer dalam menentukan objek tertentu
atau peristiwa tertentu atau pribadi tertentu sebagai pembawa pesan untuk
orang-orang dalam konteks kultur tertentu menjadi kunci keberhasilan. Persepsi menyaring informasi yang diterimanya
dan menyusunnya menjadi sebuah informasi baru yang akan disimpannya dalam
memori setelah dikaitkan dengan informasi lama yang telah disimpannya.
Persepsi bersifat selektif Bersifat selektif artinya proses pengindraan manusia hanya meinilih informasi yang disukainya atau menariknya. Semakin “eye catching” semakin efektiflah media tersebut karena mata mengindrai objek dengan model scanner (sekilas pandang). Setelah pengindraan sekilas, barulah mata memberikan perhatian kepada objek yang dipilihnya. Pesan harus dibatasi. Pesan yang campur aduk harus dipilah-pilah baru kemudian dipilih pesan mana yang akan disajikan dan bagaimana urutannya. Menggunakan pointer yang dapat langsung mengarahkan perhatian mata.
Persepsi bersifat terorganisasi Bersifat terorganisasi artinya proses penerimaan informasi ada dalam tahapan-tahapan.
G.
TEORI
BELAJAR BAHASA
Dapat
berpikir dan berbahasa merupakan ciri utama yang membedakan manusia dengan
makhluk lainnya. Karena memiliki keduanya, maka sering disebut manusia sebagai
makhluk yang mulia dan makhluk sosial. Dengan pikirannya manusia menjelajah ke
setiap fenomena yang nampak bahkan yang tidak nampak. Dengan bahasanya, manusia
berkomunikasi untuk bersosialisasi dan menyampaikan hasil pemikirannya.
Salah satu objek
pemikiran manusia adalah bagaimana manusia dapat berbahasa. Pendapat para ahli
tentang belajar bahasa tersebut bermacam-macam. Di antara pendapat mereka ada
yang bertentangan namun ada juga yang saling mendukung dan melengkapi.
Pemikiran para ahli tentang teori belajar bahasa ini begitu variatif dan
menarik.
Teori
Behaviorisme, Nativisme, Kognitivisme, Fungsional, Konstruktivisme, Humanistik,
dan Sibernetik. Teori- teori ini ternyata berpengaruh sangat kuat dalam dunia
ilmu bahasa. Sebelum kita berbicara lebih jauh tentang teori belajar bahasa,
kita pahami dulu pengertian teori. Menurut Mc lauglin dalam (Hadley: 43, 1993)
Fungsi teori adalah untuk membantu kita mengerti dan mengorganisasi data
tentang pengalaman dan memberikan makna yang merujuk dan sesuai. Ellis
menyatakan bahwa setiap guru pasti sudah memiliki teori tentang pembelajaran
bahasa, tetapi sebagian besar guru tersebut tidak pernah mengungkapkan seperti
apa teori itu. Teori mempunyai fungsi yaitu:
I.
Mendeskripsikan,
menerangkan, menjelaskan tentang fakta. Contohnya fakta bahwa air laut itu asin
II.
Meramalkan
kejadian-kejadian yang akan terjadi berdasarkan teori yang sudah ada.
III.
Mengendalikan
yaitu mencegah sesuatu yang tidak terjadi dan mengusahakan supaya tidak
terjadi.
Semua
kegiatan belajar melibatkan ingatan. Jika kita tidak dapat mengingat apa pun
pengalaman kita maka kita tidak dapat belajar. Seringkali kita lupa, padahal
sesuatu yang kita lupakan belum tentu hilang dari ingatan. Refleksi dari
pengalaman belajar di sekolah menunjukkan bahwa sesuatu yang pernah dipelajari
sungguh-sungguh bisa menjadi lupa. Ingatan dapat digali kembali dengan cara
merangsang otak.
H.
TEORI
MENGARJARKAN BERBAHASA
I.
TEORI
PEMBELAJARAN BAHASA
Pembelajaran
bahasa Indonesia berdasarkan KTSP tertuju pada pengembangan aspek fungsional
bahasa, yaitu peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia. Ketika kompetensi
berbahasa yang menjadi sasaran, para guru lebih berfokus pada empat aspek
keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, membaca, berbicara, dan menulis.
Padahal, dalam teori kebahasaan Chomsky (1956) menyatakan bahwa kegiatan
berbahasa harus dilihat dari dua komponen, yaitu komponen kompetensi dan
komponen performansi. Komponen kompetensi terkait dengan persoalan kepemilikan langue
(sistem bahasa tertentu), sedangkan komponen performansi terkait dengan
persoalan parole (ujaran). Dalam pembelajaran di kelas guru mengajarkan
bahasa Indonesia sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar dan standar kompetensi
yang telah ditentukan. Pernyataan-pernyataan yang terdapat pada kedua komponen
KTSP tersebut mengandung kegiatan berbahasa melalui bentuk-bentuk kata kerja
yang digunakannya. Misalnya, pernyataan yang terdapat pada standar kompetensi
dan kompetensi dasar berikut ini. Standar kompetensi: Memahami siaran atau
cerita yang disampaikan secara langsung/ tidak langsung. Kompetensi dasar:
Menanggapi siaran atau informasi dari media elektronik (berita dan nonberita).
Kata memahami dan menanggapi merupakan dua verba yang sangat
penting dalam kegiatan berkomunikasi. Verba memahami diperlukan untuk
menangkap informasi berupa konsep, sedangkan verba menanggapi diperlukan
untuk memproduksi ujaran. Untuk mampu memberikan tanggapan diperlukan
penguasaan satuan kalimat, baik kalimat tunggal maupun kalimat majemuk. Dengan
demikian, dalam pencapaian kompetensi dasar tersebut guru harus berupaya agar
siswa mampu menggunakan kalimat tunggal dan atau kalimat majemuk untuk
menanggapi siaran atau informasi dari media elektronik. Pada modul ini Anda
belajar menganalisis kebutuhan aspek kebahasaan untuk setiap keterampilan
berbahasa.
Tujuan pengajaran bahasa secara
umum adalah menerampilkan siswa dalam menggunakan bahasa, baik untuk
keterampilan menyimak, berbicara, membaca, maupun menulis. Tujuan tersebut
mengisyaratkan kepada para pengajar untuk mengarahkan kegiatan belajar di kelas
dalam bentuk kegiatan berbahasa. Dengan kata lain, kegiatan belajar bahasa
merupakan kegiatan menggunakan kaidah bahasa sasaran sesuai dengan konteks pemakaiannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum belajar bahasa sangat
berperan penting di dalam perkembangan pembelajaran peserta didik agar
mereka kreatif, aktif dan kegiatannya berdasarkan pada pengalaman peserta
didik.
kurikulum
merupakan suatu alat pendidikan dalam rangka pengembangan sumber
daya manusia yang berkualitas. Kurikulum menyediakan kesempatan yang
luas bagi peserta didik untuk mengalami
proses pendidikan dan pembelajaran untuk
mencapai target tujuan pendidikan nasional khususnya dan sumber daya manusia yang berkualitas umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
S. Nasution. 2008. Kurikulum dan Pengajaran Tahun. Bumi Aksara
0 komentar:
Posting Komentar