MORFEM
1. Pengertian Morfem
Morfem adalah suatu bentuk
bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik
bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974: 6).
Morfem adalah unsur-unsur terkecil
yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.).
Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh
Hockett itu, tergolong ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfem, dapat juga dikatakan
unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu
bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata
praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan
kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Berdasarkan konsep-konsep
di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang
terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Kata memperbesar
misalnya, dapat kita potong sebagai berikut
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi,
maka be- dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk
seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang
dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan
yang melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan
morfem terikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang
terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per-
serta satu morfem bebas, besar.
2. Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua
buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah
bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan
alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya
(misal [b¶r], [b¶], [b¶l] adalah alomorf dari morfem ber-. Atau bias
dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang
mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain
alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi
setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah.
Contohnya, morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-,
dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada
bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem-
berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/;
bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga
/t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/;
bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain
konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang
ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang
berlainan dari morfem yang sama tersebut disebut alomorf.
3. Prinsip-prinsip
Pengenalan Morfem
Untuk mengenal morfem
secara jeli dalam bahasa Indonesia, diperlukan petunjuk sebagai pegangan. Ada
enam prinsip yang saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem (Lihat
Ramlan, 1980), yakni sebagai berikut:
3.1
Prinsip pertama
Bentuk-bentuk
yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau makna yang sama merupakan satu
morfem.
membaca
kemanusiaan
Contoh:
baca
ke-an
pembaca
kecepatan
bacaan
kedutaan
membacakan
kedengaran
_
Karena
struktur fonologis dan
Satuan tersebut
walaupun
maknanya
sama, maka satuan
struktur fonologisnya sama,
tersebut
merupakan morfem
bukan merupak morfem
yang
sama. yang sama karena makna gramatikalnya
berbeda.
3.2
Prinsip Kedua
Bentuk-bentuk
yang mempunyai struktur fonolis yang berbeda, merupakan satu morfem apabila
bentuk-bentuk itu mempunyai arti atau makna yang sama, dan perbedaan struktur
fonologisnya dapat dijelaskan secara fonologis. Perubahan setiap morf itu
bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
Contoh:
mem
– :
membawa
meN-
men
-
: menulis
meny
-
: menyisir
meng
-
: menggambar
me-
: melempar
Perubahan
setiap morf itu bergantung kepada fonem awal morfem yang dilekatinya.
3.3
Prinsip Ketiga
Bentuk-bentuk
yang mempunyai struktur ontologis yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak
dapat dijelaskan secara fonologis, masih dapat dianggap sebagai satu morfem
apabila mempunyai makna yang sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer.
Perhatikan contoh berikut:
ber-
: berkarya, bertani, bercabang
bel-
: belajar, belunjur
be-
: bekerja, berteriak, beserta
Kedudukan
afiks ber- yang tidak dapat bertukar tempat itulah yang disebut distribusi
komplementer.
3.4
Prinsip Keempat
Apabila
dalam deretan struktur, suatu bentuk berpararel dengan suatu kekosongan, maka
kekosongan itu merupakan morfem, ialah yang disebut morfem zero.
Misalnya:
1.
Rina
membeli sepatu
2.
Rina
menulis surat
3.
Rina
membaca novel
4.
Rina
menggulai ikan
5.
Rina
makan pecal
6.
Rina
minum susu
Semua
kalimat itu berstruktur SPO. Predikatnya tergolong ke dalam verba aktif
transitif. Lau pada kalimat a, b. c, dan d, verba aktif transitif tersebut
ditandai oleh meN-, sedangkan pada kalimat e dan f verba aktif transitif itu
ditandai kekosongan (meN- tidak ada), kekosongan itu merupakan morfem, yang
disebut morfem zero.
3.5
Prinsip Kelima
Bentuk-bentuk
yang mempunyai struktur fonologis yang sama mungkin merupakan satu morfem,
mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Apabila bentuk yang mempunyai
struktur fonologis yang sama itu berbeda maknanya, maka tentu saja merupakan
fonem yang berbeda.
Contoh:
1.
a.
Jubiar membeli buku
b.
Buku itu sangat mahal
1.
a.
Juniar membaca buku
b.
Juniar makan buku tebu
Satuan
buku pada kalimat 1. a dan 1. b merupakan morfem yang sama karena
maknanya sama. Satuan buku pada kalimat kalimat 2. a dan 2. b bukanlah morfem
yang sama karena maknanya berbeda.
3.6
Prinsip Keenam
Setiap
bentuk yang tidak dapat dipisahkan merupakan morfem. Ini berarti bahwa setiap
satuan gramatik yang tidak dapat dipisahkan lagi atas satuan-satuan gramatik
yang lebih kecil, adalah morfem. Misalnya, satuan ber- dan lari pada
berlari, ter- dan tinggi pada tertinggi tidak dapat
dipisahkan lagiatas satuan-satuan yang lebih kecil. oleh karena itu, ber-,
lari, ter, dan tinggi adalah morfem.
4. Klasifikasi
Morfem
4.1
Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem
ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat. Dikatakan morfem bebas
karena ia dapat berdiri sendiri, dan dikatakan terikat jika ia tidak dapat
berdiri sendiri.
Misalnya:
1.
Morfem
bebas – “saya”, “buku”, dsb.
2.
Morfem
terikat – “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb.
4.2
Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem
segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental.
Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen
yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem
segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem
segmental.
Morfem
supra segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem suprasegmental.
Misal, jeda dalam bahasa Indonesia. Contoh:
1.
bapak
wartawan
bapak//wartawan
2.
ibu
guru
ibu//guru
4.3
Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal
Morfem
yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem
yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yzng setelah
mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika.
Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Morfem
yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter-},
dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian.
Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.
4.4
Morfem Utuh dan Morfem Terbelah
Morfem
utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung.
Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.
Morfem
terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan.
morfem-morfem itu terbelah oleh morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan
{berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke….an} dan imbuhan ber-an atau
{ber….an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing
morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak
pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu
direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem
sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.
4.5
Morfem Monofonemis dan Morfem Polifonemis
Morfem
monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa
Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau
morfem{a} dalam bahasa Inggris pada seperti pada kata asystematic.
Morfem
polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem.
Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti ‘tidak’ dan dalam bahasa
Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu, sama’.
4.6
Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif
Morfem
aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. kata-kata yang mengalami
afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata
yang terbentuk dari morfem aditif itu.
1.
mengaji
2. childhood
berbaju
houses
Morfem
replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. dalam bahasa Inggris,
misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} à
{fi:t}.
Morfem
substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan
terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam
bahasa Perancis.
KLASIFIKASI KATA KELAS TERBUKA
PENGANTAR KLASIFIKASI KATA KELAS TERBUKA Konsep kata
yang umumnya kita jumpai dalam berbagai buku linguistik adalah bahwa kata
merupakan bentuk yang mempunyai susunan fonologi yang stabil dan tidak berubah,
dan keluar mempunyai kemungkinan mobilitas didalam kalimat. Batasan atau konsep
itu menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa setiap kata mempunyai fonem yang
urutannya tetap dan tidak dapat berubah, serta tidak dapat diselipi atau disela
oleh fonem lain.
}
Kedua, setiap kata mempunyai
kebebasan berpindah tempat didalam kalimat atau tempatnya dapat diisi atau
digantikan oleh kata lain, atau juga dipisahkan dari kata lainnya.
A.
KRITERIA KLASIFIKASI KELAS TERBUKA
kelas-kelas terbuka adalah kelas yang kenggotaannya
dapat bertambah atau berkurang sewaktu-waktu berkenaan dengan perkembangan
sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat penutur suatu bahasa.
Kelas-kelas yang termasuk
dalam kelas terbuka adalah kelas nomina, verba, dan ajektifa.
B.
AGGOTA DARI KELAS TERBUKA YAITU:
1. NOMINA
Ciri utama nomina atau disebut dengan
kata benda.
dilihat dari adverbia/pendampingnya
kata-kata yang termasuk kelas nomina seperti berikut :
Pertama, tidak dapat didahului oleh adverbia negasi
tidak.
contoh, kata-kata kucing, meja, bulan, dan rumah
berikut adalah termasuk nomina karena tidak dapat didahului oleh adverbia
negasi tidak.
·
Keempat, dapat didahului oleh adverbia yang
menyatakan jumlah seperti satu, sebuah, sebatang, dan sebagainya. Misalnya:
-Sebuah
meja
-Seekor
kucing
-Sebatang
pensil
2. VERBA
Ò Ciri utama verba atau kata
kerja. Yang dapat dilihat dari adverbia yang mendampinginya adalah bahwa
kata-kata yang termasuk kelas verba.
Ò Pertama, dapat didampingi
oleh adverbia negasi tidak dan tanpa. Contoh:
- tidak datang
tidak pulang
- tanpa makan
Tanpa membaca
} Kedua, dapat didampingi oleh
semua adverbia frekuensi, seperti :
-Sering datang
-Jarang makan
} ketiga, tidak dapat didampingi oleh kata
bilangan dengan penggolongannya. Misalnya:
-sebuah *membaca
-dua butir * menulis
namun dapat didampingi oleh adverbia jumlah. seperti:
-kurang membaca
-sedikit menulis
-cukup menarik
keempat, tidak dapat
didampingi oleh semua adverbia derajat. Contoh:
-Agak *pulang
-Lebih *pergi
-Sangat *minum
Kelima, dapat didampingi
oleh semua adverbia kala (tenses). Contoh:
-Sudah makan
-Sedang mandi
-Tengah membaca
-Hendak pergi
Keenam, dapat didampingi
oleh semua adverbia keselesaian. Contoh.
-Belum mandi
-Baru datang
-Sedang makan
Ketujuh, dapat didampingi
oleh semua adverbia keharusan. Misalnya
-Boleh mandi
-Harus pulang
-Wajib datang
Kedelapan, dapat didampingi
oleh semua anggota adverbia kepastian. Contoh:
-Pasti datang
-Tentu pulang
-Mungkin pergi
3. AJEKTIFA
Ciri utama
ajektifa atau kata keadaan dari adverbia yang mendampinginya adalah kata-kata
yang termasuk kelas ajektifa.
Ò Pertama, tidak dapat
didampingi oleh adverbia frekuensi sering, jarang, dan kadang-kadang. Jadi,
tidak mungkin ada.
-Sering
indah
-Jarang
tinggi
-Kadang-kadang
besar
Ò Kedua, tidak dapat
didampingi oleh adverbia jumlah. Jadi tidak ada.
-Banyak
bagus
-Sedikit
baru
-Sebuah
indah
¢ Ketiga, dapat didampingi
oleh semua adverbia derajat, contoh :
-Agak
tinggi
-Cukup
mahal
-Lebih
bagus
-Sangat
indah
-Sedikit
kecil
¢ Keempat, dapat didampingi
oleh adverbia kepastian pasti, tentu, mungkin, dan barangkali. Contohnya:
-Pasti
indah
-Tentu
baik
-Mungkin
buruk
-Barangkali
cantik
Kelima, tidak dapat diberi
adverbia kala (tenses) hendak dan mau. Jadi bentuk-bentuk tak berterima.
-Hendak
indah
-Mau
tinggi
Secara morfologi ajektifa yang
berupa kata turunan atau kata bentukan dapat dikenali dari sufiks-sufiks (yang
berasal dari bahasa asing) yang mengimbuhkannya. Contohnya:
Al : faktual, gramatikal
Il : materiil
Iah : alamiah, ruhaniah
If : efektif, kualitatif
Ik : mekanik, heroik
Is : teknis, kronologis
Istis : materialistis
I : islami
Wi : duniawi, surgawi
ni : gerejani
Dilihat dari segi semantik, yakni
dari komponen makna utama yang dimiliki dapat dilihat adanya kata-kata berkelas
ajektifa yang memiliki komponen makna utama.
¢ Sikap batin : seperti kata-kata rumah,
galak, baik, judes, takut.
¢ Bentuk : seperti kata-kata bulat,
lonjong, bundar, lurus, bengkok.
¢ Ukuran : seperti kata-kata
panjang, pendek, tinggi gemuk, ringan.
¢ Waktu atau Usia : seperti pada kata-kata
lama, baru, muda, tua, remaja.
¢ Warna : seperti pada kata-kata
biru, kuning, cokelat, ungu, merah.
¢ Jarak tempuh : seperti pada kata-kata
jauh, dekat, sedang.
¢ Kuasa tenaga : seperti pada kata-kata
lemah, kuat, segar, lesu.
¢ Kesan indra : seperti sedap, gurih,
asin, pahit, manis, halus.
MORFOFONEMIK
Morfofonemik
(disebut juga morfonologi atau morfofonologi ) adalah kajian mengenai
terjadinya perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya
proses morfologi, baik proses afiksasi,proses reduplikasi, maupun proses
komposisi.
1.1
Jenis perubahan
Dalam
bahasa Indonesia ada beberapa jenis perubahan fonem berkenaan dengan proses
morfologi ini.Di antaranya adalah proses :
1.Pemunculan
fonem,contoh : me + buat = membuat .
2.Pelesapan
fonem, contoh : ber + renang = berenang.
3.Peluluhan fonem, contoh : pe + sikat = penyikat.
4.Perubahan fonem, contoh
: ber + ajar = belajar.
5.Pergeseran fonem, contoh : ja.wab + an = jawa.ban.
1.2 Morfofonemik dalam Pembentukan Kata Bahasa
Indonesia
Morfofonemik dalam pembentukan kata
bahasa Indonesia terutama terjadi dalam proses afiksasi.
1.2.1 Prefiksasi ber-
Morfofonemik dalam proses pengimbuhan prefiks ber- berupa :
a) Pelesapan fonem /r/ pada prefiks ber-, misal
:
ber + ragam = beragam
b) Perubahan fonem /r/ pada prefiks ber- menjadi
fonem /l/, misal :
ber + ajar =
belajar
c) Pengekalan fonem /r/ pada prefiks ber-, misal
:
ber + lari =
berlari
1.2.2 Prefiksasi me- (
termasuk klofiks me-kan dan me- i )
Morfofonemik dalam proses pengimbuhan dengan prefiks me- dapat berupa :
a) Pengekalan fonem,hal ini terjadi apabila
bentuk dasarnya di awali dengan konsonan /r,l,w,y,m,n,ng,dan ny/,contoh : me +
rawat = merawat.
b) Penambahan fonem,yakni penambahan fonem nasal
/m,n,ng,dan nge/.Penambahan fonem nasal /m/ terjadi apabila bentuk dasarnya
dimulai dengan konsosnan /b/ dan /f/.Contoh :me + fitnah = memfitnah
v
Penambahan fonem nasal /n/ terjadi apabila bentuk dasarnya
dimulai dengan konsonan /d/,contoh :
me + dapat = mendapat
v
Penambahan fonem nasal /ng/ terjadi apabila bentuk dasarnya
dimulai dengan konsonan /g,h,kh,a,l,u,e,dan o/.Salah satu contoh :
me + goda = menggoda
v
Penambahan fonem nasal /nge/ terjadi apabila bentuk dasarnya
hanya terdiri dari suku kata.Contoh :
me + cat = mengecat.
c) Peluluhan fonem terjadi apabila prefiks me- diimbuhkan
pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan bersuara /s,k,p,dan t/. Contoh :
me + sikat = menyikat
me + kirim = mengirim
me + pilih = memilih
1.2.3.Prefiksasi pe- dan
konfiksasi pe-an
Morfofonemik dalam proses pengimbuhan dengan prefiks pe- dan
konfiks pe-an sama dengan morfofonemik yang terjadi dalam proses pengimbuhan
dengan me-,yaitu :
a.Pengekalan fonem,dapat
terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan konsonan /r,l,y,m,n,ng,dan
ny/.Contoh :
pe + latih pelatih
pelatihan
pe + rawat
perawat
perawatan
pe + waris
pewaris
pewarisan
b.Penambahan fonem,yaitu
penambahan fonem nasal /m,n,ng,dan nge/ antara prefiks dan bentuk dasar.
Penambahan fonem nasal /m/ terjadi apabila bentuk dasarnya diawali oleh
konsonan /b/.Contoh :
pe + baca
pembaca
pembacaan
Penambahan
fonem nasal /n/ terjadi apabila bentuk dasarnya diawali oleh konsonan
/d/.Contoh :
pe + didik pendidik
pendidikan
Penambahan
fonem nasal /ng/ terjadi apabila bentuk dasarnya diawali dengan konsonan
/g,h,kh,a,l,u,e, dan o/. Contoh:
pe +
gali penggali
penggalian
pe +
inap penginap
penginapan
penambahan
fonem nasal /nge/ terjadi apabila bentuk dasarnya berupa bentuk dasar satu
suku. Contoh:
pe
+cat pengecat
pengecatan
pe +
bom pengebom
pengeboman
c. peluluhan fonem, apabila prefiks pe- (pe-an)
diimbuhkan pada bentuk kata dasar yang diawali dengan konsonan bersuara /s,k,p,
dan t/. Contoh:
pe + saring
penyaring
penyaringan
pe +
kumpul pengumpul
pengumpulan
pe +
tulis penulis
penulisan
4.2.4
prefiksasi per- dan konfiksasi per-an.
morfofonemik dalam pengimbuhan prefiks per- dan
konfiks per-an dibagi 3:
a. pelepasan fonem /r/ terjadi apabila bentuk dasarnya
dimulai dengan fonem /r/.
per +
ringan peringan
b. Perubahan fonem /r/ menjadi /l/ terjadi apabila
bentuk dasarnya berupa kata ajar.
per +
ajar pelajar
c. Pengekalan fonem /r/ terjadi apabila bentuk
dasarnya bukan yang disebutkan pada a dan b di atas.
per +
kaya perkaya
per +
cepat perkaya
4.2.5
Sufiksasi -an
Morfofonemik dalam pengimbuhan
sufiks –an dibagi dua:
a. pemunculan fonem, ada tiga macam fonem yang
dimunculkan dalam pengimbuhan ini, yaitu fonem /w/,/y/, dan fonem glotal /?/.
pandu +
an panduwan
hari +
an hariyan
(ber) dua
+ an (ber) dua?an
b. Penggeseran fonem, terjadi apabila sufiks
-an
diimbuhkan pada bentuk dasar yang berakhir dengan sebuah konsonan.
jawab +
an ja.wa.ban
4.2.6
Prefiksasi ter-
Morfofonemik
dalam prosespengimbuhan dengan prefiks ter- dibagi menjadi tiga:
a. Pelepasan fonem dapat terjadi apabila prefiks ter-
diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan /r/.
ter +
rasa terasa
b. Perubahan fonem /r/ pada prefiks ter- menjadi fonem
/l/ pada kata anjur.
ter +
anjur telanjur
c. Pengekalan fonem /r/ pada prefiks ter- tetap
menjadi /r/ apabila prefiks ter- diimbuhkan pada kata dasar selain a dan b.
ter +
lempar terlempar
4.3 Bentuk Bernasal dan Tak Bernasal
Hadir dan tidaknya bunyi nasal dalam pembentukan kata
bahasa indonesia sangat erat berkaitan dengan tiga hal, yaitu :
4.3.1 Kaitan dengan tipe verbal
Dalam
bahasa indonesia ada empat macam tipe verba dalam kaitannya dengan proses
nasalisasi.
a. Verba berprefiks me-, me-kan, dan me-I.
b. Verba berprefiks me- yang bentuk dasarnya berupa
pangkal berafiks per-, per-kan, dan per-i.
c. Pembentukan nomina pelaku berprefiks pe- dan nomina
hal yang berkonfiks per-an tidak memunculkan bunyi penasalan pada kita.
d. Dan ada sejumlah akar dalam bahasa indonesia yang
dapat diimbuhi prefiks ber- dan juga prefiks me-.
4.3.2 Kaitan dengan upaya pembentukan istilah
Misalnya pada kata-kata berikut:
-petembak
-petenis
-peterjun
Sebenarnya
menurut kaidah penasalan haruslah bernasal, tetapi sebagai istilah yang dibuat
secara analogi maka tidak diberi nasal.
4.3.3 Kaitan dengan upaya semantik
Untuk
memberikan makna tertentu bentuk yang seharusnya tidak bernasal diberi nasal.
Contoh:
-
mengkaji mengaji
-pengrajin perajin
-pengrumahan perumahan
PROSES MORFOLOGIS
Morfologis adalah bagian
dari kajian morfoligi, yakni ilmu yang mempelajari mengenai bentuk kaidah
bahasa. Adapun proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari
kesatuan yang lain yang merupakan bentuk dasarnya ( Ramlan: 1979). Bentuk dasar
sendiri bisa berupa kata, seperti kata "berjalan" yang dibentuk dari
kata "jalan, kata "menulis" dibentuk dari kata
"tulis," "gedung-gedung" dari kata "gedung."
Mungkin juga berupa pokok kata, atau istilah lainnya prakatagorial, misalnya
kata "bertemu" dari pokok kata "temu," kata
"mengalir" dari kata "alir;" mungkin berupa frase, misalnya
frase "ketidakadilan" dibentuk dari frase tidak "adil."
Dalam bahasaIndonesia terdapat tiga proses morfologis, yaitu :
A. Poses
Pembubuhan Afiks (Imbuhan)
Proses pembubuhan afiks
adalah pembubuhan afiks suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal
maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata. Misalnya pembubuhan afik ber-
pada kata jalan menjadi berjalan. Pada sepeda menjadi bersepeda.
Bentuk tunggal =>
terdiri dari satu morfem, misalnya : makan, minum.
Bentuk kompleks => terdiri lebih dari satu morfem : rumah makan, berlari,.
Kata berlari terdiri dari dua morfem yakni morfem [ber-] dan morfem [lari].
Satuan yang dilekati afiks
atau yang menjadi dasar pembentukan bagi satuan yang lebih besar disebut bentuk
dasar, dalam contoh di atas kata jalan adalah bentuk dasar dari berjalan, kata
sepeda adalah bentuk dasar dari kata bersepeda
Bentuk afiksasi yang salah!
Tak jarang kita mendengar
dipungkiri, atau kata mempesona. Kata-kata tersebut memiliki intensitas yang
cukup tinggi, artinya sering diucapkan. Tapi apakah kata-kata tersebut sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia? Berikut sedikit pembahasan:
Fonem /N/ pada morfem meN
berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang mengikutiya berawal
/p,b,f/.
Misalnya:meN+pesan => memesan
meN+pukul => memukul
meN + potong => memotong
meN + Pesona => memesona
Jadi sudah jelas bahwa kata
yang benar adalah memesona, bukan mempesona. Lalu bagimana dengan kata
dipungkiri? Kata dipungkiri adalah bentuk yang salah. Dalam KBBI tidak ada kata
dasar pungkir yang ada adalah mungkir jadi bentuk yang benar adalah dimungkiri.
B. Proses
Pengulangan (Reduplikasi)
Proses pengulangan atau
reduplikasi adalah pengulangan suatu gramatik, baik seluruhnya maupun sebagian,
baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan tersebut disebut kata
ulang, sedangkan satuan yang diulang disebut bentuk dasar. Misalnya kata ulang
rumah-rumah dibentuk dari kata dasar rumah, kata ulang berjalan jalan dibentuk
dari kata berjalan kata ulang bolak balik berasal dari kata balik.
Akan tetapi kita sering
terkecoh dengan bentuk yang mirip dengan kata ulang, tetapi susunguhnya
bukanlah kata ulang, jika dilihat dari tinjauan deskriptif. Misalnya kata-kata
berikut: sia-sia, huru-hara, mondar-mandir. Kata-kata tersebut bukanlah kata
ulang, karena sebenarnya tidak ada satuan atau kata dasar yang diulang. kata
sia-sa bukan berasal dari kata dasar sia, karena dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tidak ada kata dasar sia, begitupun dengan kata huru-hara, dan kata
mondar-mandir.
C. Proses
Pemajemukan
Dalam bahasa Indonesia
kerap sekali ditemukan gabungan dua kata yang membentuk makan baru. Kata yang
terjadi dari gabungan dua kata tersebut lazim disebut dengan kata mejemuk.
Rumah sakit, meja makan, kepala batu.
Cara Membedakan Antara Kata
Menjemuk Dengan Yang Bukan Kata Mejemuk?
Misalnya saya beri contoh
kursi malas dengan adik malas. Mana diantara contoh tersebut yang merupakan
kata mejemuk.
Dilihat dari kategori
pengolongan kata, kata kursi malas dan adik malas terdiri dari kata benda dan
kata sifat. Artinya keduanya mempunyai kemungkinan sebagai klausa dan sebagai
frase.
Jika kursi malas sebagi
klausa, tentu dapat diikuti dengan kata itu, misalnya menjadi *kursi itu malas,
kata malas dapat diikuti dengan kata sangat,tidak agak, *kursi itu sangat
malas,* kursi itu agak malas. Jelaslah bahwa semua itu tidak lazim. berbeda
halnya dengan adik malas, dapat diperluas menjadi *adik yang malas, atau adik
itu sangat malas. Jadi jelas kursi malas bukanlah klausa.
Jika kursi malas itu fase,
tentu dapat disela dengan kata yang, misalnya pada contoh tadi; adik malas
dapat disisipi kata yang menjadi adik yang malas. Sedangkan kursi yang malas
tidak lazim atau tidak berterima, oleh karena itu maka kursi malas bukanlah
frase melaikan kata majemuk.